Jakarta-Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, mengatakan pihaknya berkesimpulan kalau kasus yang menyebabkan dirinya duduk di kursi terdakwa lebih banyak aspek politik dengan menjadikan hukum sebagai alat pembenar yang mengarah kepada kriminilisasi hukum.
Hal itu terungkap dalam eksepsi (nota keberatan) terhadap dakwaan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dibacakan sendiri Hasto Kristiyantto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Jakarta, Jumat (21/3/2025).
Mnurut Hasto, pihaknya berani mengambil kesimpulan bahwa kasus yang menimpanya lebih banyak aspek politik yang menggunakan hukum sebagai alat pembenar yang mengarah pada terjadinya kriminalisasi hukum karena dalam kapasitasnya sebagai Sekjen DPP PDIP memiliki tugas untuk menyampaikan sikap politik partai yang berkaitan dengan berbagai peristiwa dan dinamika politik nasional-internasional yang harus disikapi partai.
Karena tugas itu, sehingga dirinya menyampaikan penolakan kehadiran Timnas Israel dalam Piala Dunia U-20 tahun 2023. Begitu juga sikap kritis terhadap intervensi Mahkamah Konstitusi oleh kekuasaan politik demi kepentingan elektoral melalui Putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023.
Selain itu, kata Hasto, keteguhan dalam menjaga konstitusi, demokrasi, melalui pemilu jujur dan adil, serta penolakan terhadap penggunaan sumber dana negara serta alat-alat negara dalam Pemilu 2024 yang lalu telah menimbulkan sikap tidak senang dalam diri penguasa saat itu. Hasto menegaskan, dari berbagai informasi yang ada, sejak Agustus 2023, dirinya telah menerima berbagai intimidasi dan semakin kuat pada masa-masa setelah pemilu kepala daerah tahun 2025.
Namun, puncak intimidasi terjadi pada hari-hari menjelang proses pemecatan kader-kader PDIP yang masih memiliki pengaruh kuat di kekuasaan. Tapi, apa yang menjadi sikap politik partai adalah cermin kedaulatan partai yang memiliki disiplin dan rekam jejak perjuangan yang sangat lama sejak PNI didirikan oleh Bung Karno pada 4 Juli 1927.
Hasto menegaskan, kasus Harun Masiku selalu menjadi instrumen penekan yang ditujukan kepadanya atas sikap kritis yang disampaikan. Hal ini, katanya, tampak dari monitoring media, dimana kasus Harun Masiku selalu cenderung naik seiring dengan dinamika politik dan sikap kritis PDI Perjuangan.
Hasto mengawali eksepsi itu dengan sengaja dimulai mengutip pidato Ketua MA Sunarto. Hal itu mengandung harapan dalam dalam menjalankan tugasnya lembaga ini bersifat merdeka, independen, dan mengambil keputusan berdasarkan keadilan terhadap Tuhan.
Menurut Hasto, dalam pidato pengukuhan Sunarto sebagai guru besar di Universitas Airlangga pada 10 Juni 2024, Sunarto menyampaikan hukum tanpa keadilan seperti seperangkat peraturan yang kering tanpa roh. Selain itu, Sunarto menegaskan seorang hakim harus bertindak sebagai pembelajar sepanjang hayat, peneliti, dan filsuf agar mampu melihat keadilan yang sejati. Keadilan tersebut di luar batas formalitas hukum, serta memperhatikan dampak sosial, budaya, dan kemanusiaan.
Pada saat hakim mengambil keputusan, keadilan juga akan sulit terwujud apabila hakim hanya menjadi mesin yang hanya memproses hukum. Hakim harus bisa merasakan denyut keadilan yang hidup di setiap bagian jiwanya. Hasto menambahkan, Sunarto berpandangan keputusan seorang hakim tidak hanya melihat aspek formil dan materiil semata, namun juga melakukan dialektika dengan melihat aspek kemanusiaan, dan latar belakang atau suasana kebatinan dari setiap peristiwa hukum.
Menurut Hasto, betapa luar biasa pemikiran yang sangat filosofis dari Prof Sunarto. Untuk itu, dirinya percaya bahwa Majelis Hakim yang Mulia memiliki pandangan dan sikap yang sama dengan Prof Sunarto, tiada keraguan darinya di ruang sidang ini akan menjadi tempat keadilan ditegakkan.
Pada Jumat, 14 Maret 2025, tim JPU KPK telah membacakan dakwaan untuk terdakwa Hasto yang didakwa melakukan perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku.(sn-16)