Jakarta– Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB) menerima hasil evaluasi pengelolaan pengaduan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB). Secara umum, Pemprov NTT hanya menindaklanjuti 44 persen laporannya, dan Pemprov NTB menindaklanjuti 33 persen laporannya. Untuk itu, pemerintah setempat didorong untuk menindaklanjuti laporan yang masuk.
Data tersebut diungkapkan oleh Asisten Deputi Sistem Informasi Pelayanan Publik Kementerian PANRB Yanuar Ahmad, pada Review Tindak Lanjut Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional (SP4N)-LAPOR! Tahun 2020 Provinsi NTT dan Provinsi NTB secara virtual, Selasa (29/09). Menyikapi hasil tindak lanjut laporan yang dilakukan Pemprov NTT dan NTB, Yanuar memberi beberapa rekomendasi, salah satunya yakni meminta instansi pemerintah untuk mengambil tindakan terhadap laporan yang belum ditindaklanjuti. “Melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan terhadap laporan yang belum diverifikasi maupun belum ditindaklanjuti untuk percepatan penyelesaian pengaduan masyarakat,” ujarnya.
Dijelaskan, dari 265 laporan yang diterima oleh Kabupaten/Kota serta Pemerintah Provinsi NTT, sebanyak 117 laporan (44 persen) telah ditindaklanjuti dengan catatan 107 laporan (40 persen) telah selesai dan 10 laporan (4 persen) sedang dalam proses. “Namun demikian, tindak lanjut 44 persen masih belum cukup, diharapkan kedepan bisa ditingkatkan,” jelas Yanuar.
Lebih lanjut dijelaskan, terkait keterhubungan SP4N-LAPOR!, hanya 12 instansi pemerintah (52 persen) di wilayah Provinsi NTT telah memiliki Surat Keputusan (SK) Tim SP4N-LAPOR!. Bagi instansi pemerintah yang belum memiliki SK Tim tersebut diminta untuk dapat melengkapinya. “Diharapkan kedepan segera dilengkapi sebagai pertangung jawaban akuntabilitas Bapak/Ibu sekalian dalam mengelola pengaduan pelayanan publik ini,” ungkap Yanuar.
Dalam kurun waktu 1 Januari 2020 hingga 27 September 2020, untuk data keaktifan akun SP4N-LAPOR! di wilayah Provinsi NTT, sebanyak 12 instansi pemerintah (52 persen) sudah aktif, namun masih terdapat 11 instansi pemerintah (48 persen) yang belum aktif mengelola laporan melalui SP4N-LAPOR!
Sementara hasil evaluasi Provinsi NTB, angka keterhubungan SP4N-LAPOR! berdasarkan kepemilikan SK, persentase keterhubungan mencapai 64 persen yang artinya 7 instansi pemerintah sudah memiliki SK Tim SP4N-LAPOR!, dan hanya 4 instansi pemerintah yang belum memiliki SK Tim Pengelola Pengaduan, yakni Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah, Pemerintah Kabupaten Bima, Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat, serta Pemerintah Kota Bima.
Selanjutnya, untuk pengelolaan laporan melalui indikator keaktifan akun SP4N-LAPOR!, sebanyak 5 instansi pemerintah (45 persen) di wilayah Provinsi NTB telah aktif dalam mengelola laporan melalui aplikasi SP4N-LAPOR!, dan 6 instansi pemerintah (55 persen) belum aktif mengelola.
Disampaikan, terkait tindak lanjut pengelolaan laporan melalui SP4N-LAPOR! untuk seluruh kabupaten/kota maupun provinsi yang ada di wilayah NTB, terdapat 261 laporan yang diterima. Namun, dari seluruh laporan tersebut hanya 33 persen atau 86 laporan yang telah ditindaklanjuti yang mana laporan-laporan tersebut telah selesai. Yanuar menyebutkan tindak lanjut tersebut masih terbilang kecil. “Sebanyak 33 persen tersebut selesai semuanya, namun angkanya masih kecil, karena tindak lanjutnya masih belum banyak,” tuturnya.
Menyikapi hasil evaluasi yang disampaikan, Yanuar memberi beberapa rekomendasi untuk dilakukan. Salah satunya yakni, menyusun rencana aksi pengelolaan pengaduan pada setiap instansi pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota sesuai Peraturan Menteri PANRB No. 46/2020 tentang Road Map SP4N Tahun 2020-2024.
Dalam kesempatan tersebut, Asisten Administrasi Umum Provinsi NTT Johanna E. Lisapaly menyampaikan bahwa Pemerintah Provinsi NTT akan memberikan fasilitas kepada instansi pemerintah yang belum terhubung dengan SP4N-LAPOR!. “Bagi pemerintah kabupaten/kota yang belum terhubung dengan SP4N-LAPOR! khususnya di Provinsi NTT agar segera mengupayakan keterhubungannya dan akan kami fasilitasi, sehingga pengelolaan pengaduan dan penyaluran aspirasi masyarakat dapat terintegrasi baik antar instansi, lintas instansi maupun dari unit terbawah sampai dengan unit tertinggi,” jelasnya.
Johanna juga berpesan untuk mengoptimalkan pemanfaatan SP4N-LAPOR mengelola pengaduan dan aspirasi masyarakat untuk terwujudnya pelayanan yang terbaik. “Saya mengimbau kepada kita semua untuk mengoptimalkan SP4N-LAPOR! ini dalam mengelola berbagai pengaduan dan aspirasi dari masyarakat dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik yang kita selenggarakan menuju pelayanan yang prima,” katanya.(op-17)