Jakarta-Kementerian Perindustrian fokus menjalankan strategi pencapaian target substitusi impor hingga 35% pada tahun 2022 sebagai langkah pemulihan ekonomi nasional. Guna mewujudkan sasaran tersebut, antara lain melalui peningkatan investasi baru, implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0, serta optimalisasi program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN).
“Kondisi pandemi Covid-19 membuat kita menyadari perlunya pendalaman struktur industri. Sehingga perlu upaya tepat untuk mengatasi ketergantungan impor,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pada Rapat Koordinasi Tingkat Menteri Bidang Ekonomi di Bali, Jumat (21/8).
Dalam hal ini, Kemenperin akan berkolaborasi dengan para stakeholder atau kementerian dan lembaga terkait untuk menyusun kebijakan dan peraturan dalam membangun ekosistem industri yang kondusif, sehingga meningkatkan kemandirian sektor manufaktur dalam negeri.
Menurut Menperin, pihaknya telah memetakan sektor-sektor yang perlu dipacu dalam target substitusi impor tersebut, di antaranya industri mesin, kimia, logam, elektronik, dan kendaraan bermotor. “Langkah ini dijalankan secara simultan dengan upaya peningkatan utilisasi produksi seluruh sektor industri pengolahan dengan target hingga mencapai 85% di tahun 2022,” jelasnya.
Namun demikian, Agus menekankan, pihaknya tidak anti-impor. Artinya, selama produk-produk yang belum bisa dihasilkan oleh industri di dalam negeri, seperti bahan baku dan barang modal, masih boleh dipasok dari luar negeri.
“Jadi, industri yang menghasilkan substitusi impor ini yang akan kami dorong untuk tumbuh. Kami proaktif menarik investasi baru di sektor-sektor tersebut,” imbuhnya. Investasi baru dinilai akan memacu kebijakan hilirisasi di sektor industri sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dari sumber daya alam yang ada di dalam negeri.
Penurunan impor diharapkan berpengaruh pada peningkatan produksi tahun 2020-2022. Dari simulasi yang telah dilakukan oleh Kemenperin, penurunan impor sebesar 35% di tahun 2022 dapat meningkatkan produksi hingga 12,89%.
Dampak positif dari substitusi impor di sektor industri tersebut, antara lain adanya penyerapan tenaga kerja, terutama bagi mereka yang sebelumnya terdampak PHK. Selanjutnya, peningkatan kemampuan belanja dalam negeri dengan semakin bertambahnya tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dari sebuah produk yang dihasilkan sektor industri.
“Kemudian, peningkatan pasar ekspor bagi produk industri dalam negeri. Dengan pendalaman struktur industri sehingga kita tidak lagi bergantung pada negara lain,” ujar Menperin.
Adapun instrumen pengendalian impor dalam rangka mendukung program substitusi impor 35% pada tahun 2022, meliputi larangan terbatas, pemberlakuan pre-shipment inspection, pengaturan entry point pelabuhan untuk komoditas tertentu ke luar pulau Jawa, pembenahan LSPro, serta mengembalikan dari pemeriksaan post-border ke border dan rasionalisasi Pusat Logistik Berikat.
Berikutnya, menaikkan tarif Most Favored Nation untuk komoditas strategis, menaikkan implementasi trade remedies (safeguard, antidumping, countervailing duty), SNI wajib atau technical barrier to trade, serta penerapan P3DN secara tegas dan konsisten.
Meneperin menambahkan, peta jalan Making Indonesia 4.0 telah ditetapkan untuk mendorong akselerasi transformasi manufaktur menuju Industri 4.0. Making Indonesia 4.0 menargetkan Indonesia masuk dalam peringkat 10 besar ekonomi terbesar dunia di tahun 2030.
Target tersebut sejalan dengan meningkatnya kontribusi ekspor netto terhadap PDB hingga 10%, produktivitas terhadap biaya yang meningkat hingga dua kali lipat, serta pengeluaran terkait riset dan pengembangan (R&D) yang mencapai 2% produk domestik bruto (PDB).
Making Indonesia 4.0 juga diharapkan berkontribusi pada upaya substitusi impor bagi industri. Tujuh sektor industri telah ditetapkan sebagai prioritas pengembangan Industri 4.0 di Tanah Air, meliputi sektor makanan dan minuman, tekstil dan busana, otomotif, kimia, elektronika, serta penambahan dua sektor baru, yaitu industri farmasi dan industri alat kesehatan.
“Industri farmasi dan industri alat kesehatan juga masuk menjadi sektor prioritas industri 4.0. Ini adalah salah satu upaya Kemenperin untuk segera mewujudkan Indonesia yang mandiri di sektor kesehatan,” ujar Menperin.
Ia menjelaskan, industri farmasi dan industri alat kesehatan perlu didorong untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri secara mandiri. “Inovasi dan penerapan industri 4.0 di sektor industri alat kesehatan dan farmasi dapat meningkatkan produktivitas sektor tersebut,” papar Agus.
Pemulihan sektor manufaktur
Menteri AGK menegaskan, pemerintah bertekad menjaga aktivitas sektor industri manufaktur di tengah dampak pandemi Covid-19. Sebab, sektor strategis ini terbukti menjadi motor penggerak perekonomian nasional. Oleh karena itu, selain menjaga keberlangsungan usahanya, pemerintah juga menekankan pada penerapan protokol kesehatan secara ketat guna mencegah penularan virus korona baru.
“Pada triwulan II tahuh 2020, industri pengolahan nonmigas mengalami kontraksi sebesar 5,74%. Namun demikian, kontribusinya terhadap PDB masih terbesar dengan capaian 17,83%,” ungkapnya.
Selanjutnya, ekspor sektor industri pada periode Januari-Juli mengalami surplus sebesar USD5,19 miliar. Sedangkan investasi sektor industri pada semester I-2020 mengalami peningkatan 23,9% menjadi sebesar Rp 129,56 triliun bila dibandingkan periode yang sama tahun 2019. “Capaian-capaian positif di sektor industri harus kita jaga dan kinerjanya terus ditingkatkan,” ujarnya.
Agus menilai, sejumlah aktivitas ekonomi mulai meningkat pada bulan Juni 2020. Salah satunya ditunjukkan oleh Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia yang pada Juli 2020 mencapai level 46,9, naik dari bulan sebelumnya sebesar 39,1. Selanjutnya, utilisasi industri sekarang sudah mendekati 55%. Sebelum pandemi Covid-19, utilisasi rata-rata sektor manufaktur berkisar pada 75%, dan sempat menurun hingga 40%.
Dua hal tersebut merupakan indikator yang cukup substantial bagi Kemenperin. “Ini merupakan salah satu yang didorong, mudah-mudahan di akhir tahun utilisasi sektor industri bisa mencapai 60%,” ujar Menperin.
“Berkaitan dengan pengembangan sentra IKM, akan kami memfasilitasi matchmaking antara produk dari petani dan nelayan agar terserap oleh IKM. Ini menindaklanjuti perintah Presiden daam rangka fasilitasi program Beli Produk Rakyat. Pada tahun 2020 ini terselenggara kegiatan di 4 lokus. Kami mengusulkan anggaran program tersebut sebesar Rp174 Miliar pada tahun 2020, yang akan melibatkan 90 IKM dengan target 540 tenaga kerja,” papar Menperin.
Program selanjutnya yang diusulkan oleh Kemenperin, yakni pembangunan digital capability center atau Pusat Informasi Digital Industri 4.0 (PIDI 4.0) agar bisa selesai tepat waktu, karena didukung dengan minat industri-industri berskala besar untuk berpartisipasi di dalamnya. Sambil menunggu pembangunan fisik PIDI 4.0, Kemenperin juga telah membangun satelit PIDI 4.0 di berbagai daerah.
Selain itu, Kemenperin mengakselerasi pembangunan kawasan industri Teluk Bintuni. Menurut Agus, pihaknya mengusulkan agar program pengembangannya bersifat multiyear menggunakan APBN. “Kami menargetkan, pembangunan infrastruktur bisa dilakukan pada 2021 dan para tenant bisa mulai berproduksi di tahun 2023,” tutur Menperin.(op-8)