BKSDA Selamatkan Dua Orang Utan

by -
Konferensi pers upaya penyelamatan orangutan.(foto: klhk)

Semarang-Tim gabungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Tengah, BKSDA Kalimantan Barat dan Yayasan IAR Indonesia berhasil menyelamatkan dua individu orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus) di wilayah Jawa Tengah.

Kedua orangutan dewasa berjenis kelamin jantan ini diselamatkan dari dua lokasi yang berbeda. Satu individu bernama Samson berasal dari lembaga konservasi tak berizin di obyek wisata Jurang Kencono di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Sementara orangutan lainnya yang bernama Boboy, berasal dari kediaman pribadi warga di Semarang, Jawa Tengah berinisial ES.

Kedua orangutan jantan ini selanjutnya akan dibawa untuk dievakuasi ke Pusat Penyelamatan IAR Indonesia di Sei Awan Kiri, Kecamatan Muara Pawan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, dengan menggunakan kapal penyeberangan melalui Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, pada Kamis (06/08) pagi. Sebelumnya, Balai Karantina Pertanian Kelas I Semarang telah memastikan kedua orangutan ini tidak membawa penyakit rabies dan TBC.

“Keberadaan kedua orangutan dewasa tersebut telah dipantau dan diverifikasi sejak Oktober 2019,” ujar Darmanto, Kepala BKSDA Jawa Tengah.

Darmanto melanjutkan jika upaya penyelamatan ini merupakan hasil kerja sama dan peran multipihak yang kuat antara pemerintah dalam hal ini Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH) KLHK, BKSDA Jawa Tengah, Balai Karantina Pertanian Kelas I Semarang, NGO – Yayasan IAR Indonesia serta Balai KSDA Kalimantan Barat dalam upaya pelestarian spesies kera kharismatik endemik Indonesia yang kian terancam populasinya karena kerusakan habitat, perburuan, perdagangan dan pemeliharaan secara ilegal.

BKSDA Jawa Tengah berterima kasih dan memberikan apresiasi terhadap semua pihak yang terlibat serta mendukung upaya penyelamatan ini demi orangutan mendapatkan kembali kesejahterannya selama menjalani perawatan dan rehabilitasi di IAR Indonesia, di Ketapang, Kalimantan Barat nantinya.

Sementara itu, Temia, dokter hewan IAR Indonesia yang turut memeriksa kondisi kedua orangutan secara langsung pada tanggal 26 – 31 Juli 2020 menjelaskan, kedua orangutan bernama Samson dan Boboy yang diperkirakan berusia 20 tahun itu telah menjalani pemeriksaan kesehatan yang meliputi pengecekan fisik dan laboratorium untuk mendeteksi potensi penyakit rabies dan TBC. Pemeriksaan tersebut dilakukan sebagai syarat karantina yang harus dipenuhi sebelum diberangkatkan ke Ketapang.

“Setibanya di Ketapang, mereka juga akan menjalani masa karantina selama dua bulan dan mendapatkan penanganan medis yang lebih spesifik, observasi, serta perawatan lebih lanjut di fasilitas rehabilitasi orangutan yang dimiliki IAR Indonesia,” ungkap Temia.

Berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan, Temia menyebut mereka terindikasi malnutirisi yang menyebabkan keduanya mengalami gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan tubuhnya. Hal tersebut juga ditunjukkan dengan sejumlah tanda fisik yang tidak normal di tubuh mereka. Nutrisi tidak seimbang yang diberikan ke mereka selama ini juga dapat membuat keduanya rentan terhadap berbagai penyakit.

“Kondisi keduanya memprihatinkan karena selama ini mereka terkurung di dalam kandang yang sempit dan tidak memenuhi syarat. Tidak hanya itu, pantauan di lapangan juga menunjukan bahwa aspek kesejahteraan (welfare) mereka sebagai satwa tidak terpenuhi,” tambahnya lagi.

Selanjutnya BKSDA Kalbar pun telah memastikan bahwa kandang dan semua fasilitas kesehatan di pusat rehabilitasi IAR Indonesia layak dan memenuhi syarat untuk merawat satwa milik negara ini. Segala proses adminitrasi juga sudah dirampungkan oleh BKSDA Kalbar untuk memastikan satwa ini dapat segera sampai di tempat yang lebih baik tanpa ada hambatan.

Sadtata Noor Adirahmanta, Kepala Balai KSDA Kalimantan Barat menyatakan jika upaya ini merupakan kerjasama yang luar biasa semua pihak. “Kita berhasil membawa pulang 2 individu orangutan kalimantan ke rumah sementaranya di Pusat Penyelamatan dan Konservasi Orangutan IAR Indonesia di Ketapang, Kalimantan Barat,” tuturnya.

Namun menurutnya, hal ini juga menjadi keprihatian kita bersama bahwa pemeliharaan satwa liar dilindungi masih banyak dilakukan oleh masyarakat.

Menyikapi hal tersebut, perlu dilakukan terobosan-terobosan dalam mengkampanyekan pengelolaan keanekaragamanhayati untuk lebih menumbuhkembangkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap pelestarian jenis-jenis endemik Indonesia tersebut.

Karmele L. Sanchez, Direktur Program IAR Indonesia pun mengungkapkan jika dirinya masih merasa sangat sedih melihat orangutan yang seharusnya hidup bebas di alam, dikurung dalam kandang selama hidupnya. “Proses rehabilitasi orangutan yang sangat rumit dan panjang, akan jauh lebih sulit dilakukan pada orangutan yang yang sejak lahir sudah dikurung di kandang dan tidak pernah belajar hidup di alam bebas selama hidupnya,” katanya.

Ditambahkan lagi olehnya, apabila orangutan ini memiliki penyakit atau kelainan dan cacat akibat pemeliharaan yang salah, maka orangutan ini tidak akan mampu lagi untuk hidup bebas di habitat aslinya. Mereka harus hidup di sanctuary IAR Indonesia selama sisa hidupnya.

Meski demikian dirinya bersama Yayasan IAR Indonesia yang sudah menyelamatkan orangutan di Kalimantan Barat selama lebih dari 10 tahun mengaku sangat bahagia sekaligus bangga bisa berperan serta dalam upaya penyelamatan orangutan ini untuk membantu memberinya kesempatan untuk hidup lebih sejahtera.

“Kami berharap, seluruh masyarakat bisa turut berperan dan berpartisipasi dalam menjaga kelestarian orangutan dan habitatnya. Indonesia harus bangga sebagai satu-satunya negara yang memiliki tiga spesies orangutan,” lanjutnya

Atas upaya penyelamatan dan translokasi orangutan ini Direktur KKH KLHK, Indra Exploitasia menyatakan, “Kesejahteraan satwa merupakan hal penting dalam upaya konservasi. Untuk itu dalam proses konservasi baik in situ maupun ex situ, terselenggaranya kesejahteraan hewan perlu dijamin dan hal ini juga merupakan mandat undang-undang yang harus dilaksanakan oleh setiap pelaku usaha yang bergerak dibidang konservasi satwa.”(op-10)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No More Posts Available.

No more pages to load.