Jakarta-Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Komodo Balai Gakkum KLHK Wilayah Jabalnusra mengamankan ± 175,3380 meter kubik kayu olahan jenis Merbau dan Meranti illegal asal Maluku pada Jumat lalu (10/7). Kayu tersebut ditemukan dalam gudang penampungan kayu milik UD. I di Jl. Bengkunis Wuring, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Selain itu, dari lokasi yang sama juga diamankan barang bukti lainnya, yakni Kapal Layar Motor (KLM) Malawalie 09.
Kapal tersebut digunakan untuk memuat kayu dari Tanjung Pemali, Wahai Seram Utara Kabupaten Maluku Tengah menuju Pelabuhan Wuring, Kabupaten Sikka. Setelah melakukan pemeriksaan, penyidik menemukan 2 lembar dokumen Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan Kayu (SKSHHK) palsu dan 2 lembar dokumen SKSHHK asli.
Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Jabalnusra, Muhammad Nur, menyatakan bahwa terungkapnya kasus dokumen SKSHHK palsu ini berawal dari informasi intelijen mengenai KLM Malawalie 09 yang diduga mengangkut kayu ilegal dengan menggunakan dokumen SKSHHK palsu. KLM Malawalie 09 itu berasal dari Pelabuhan Wahai Seram Utara Kab. Maluku Tengah, Prov. Maluku dengan tujuan Pelabuhan Wuring Maumere Kab. Sikka Provinsi Nusa Tenggara Timur.
“Saat itu juga kami segera menurunkan tim SPORC Brigade Komodo Balai Gakkum LHK Wilayah Jabalnusra untuk melakukan Operasi Penegakan Hukum terhadap aksi ilegal tersebut”, jelas Muhammad Nur.
Berdasarkan hasil penelusuran, diketahui KLM Malawalie 09 memuat kayu illegal di Tanjung Pemali, Pelabuhan Wahai Seram pada tanggal 21 hingga 26 Juni 2020. Setelah muatan kayu penuh, dengan berbekal dokumen SKSHHK palsu dari CV AA, industri primer di Dusun Parigi, Desa Wahai, Kec. Seram Utara, Kab. Maluku Tengah, pada 29 Juni KLM Malawie berangkat menuju Pelabuhan Wuring dan berlabuh seminggu kemudian.
Terkait dengan terbongkarnya kasus ini, Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan KLHK, Sustyo Iriyono, mengatakan bahwa modus operandi pelaku dari cara konvensional telah berubah dengan memanfaatkan keahlian IT untuk mengangkut kayu-kayu ilegal. Dokumen SKSHHK yang dilengkapi dengan barcode ternyata bisa dipalsukan oleh mereka.
“Kami menemukan juga SKSHHK palsu di beberapa wilayah. Apabila ada keterlibatan oknum aparat yang turut membantu kejahatan ini, kami berkomitmen untuk menindak tegas sesuai peraturan”, tegas Sustyo.
Saat ini Penyidik KLHK sedang mendalami keterangan dari para pelaku. Apabila terbukti, para pelaku akan dijerat dengan pasal berlapis, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16 Jo. Pasal 88 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan/atau ayat (2) UU No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Bagi pelaku perseorangan diancam pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun. (op-10)