Penanganan Jenazah Harus Patuhi Protokol Kesehatan

by -
Tim Komunikasi Publik, Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Dokter Reisa Broto Asmoro. (foto: bnpb)

Jakarta –  Beberapa insiden penanganan jenazah di tengah masyarakat sempat menjadi berita di media massa. Menyikapi peristiwa ini, pemerintah mengimbau masyarakat untuk mengikuti protokol penanganan jenazah COVID-19 dan pasien meninggal akibat penyakit infeksi lainnya.

Kementerian Kesehatan telah mengatur protokol penanganan jenazah sebagai pedoman pencegahan dan pengendalian COVID-19. Pelaksanaan protokol ini sangat penting dijalankan oleh masyarakat sehingga mereka tidak tertular virus SARS-CoV-2 saat melakukan penanganan jenazah.

Duta Adaptasi Kebiasaan Baru Gugus Tugas Nasional dr. Reisa Broto Asmoro menyampaikan bahwa protokol penanganan ini bertujuan untuk memastikan jenazah aman dan tidak menularkan virus apabila ada cairan atau aerosol dari saluran pernafasan dan paru atau percikan yang keluar dari jenazah. Namun, ia menegaskan bahwa martabat, budaya, agama jenazah dan keluarganya harus tetap dihormati dan dilindungi.

“Misalnya, bagi jenazah beragama Islam, tata cara memasukkan jenazah ke dalam peti mati dan tata cara menyolatkan jenazah dilakukan sesuai fatwa MUI Nomor 18 tahun 2020,” ujar dr. Reisa saat konferensi pers melalui ruang digital pada Jumat (17/7).

Berikut ini pesan yang disampaikan dr. Reisa terkait penanganan jenazah di masa pandemi COVID-19. Ia mengatakan, yang pertama, persemayaman jenazah dalam waktu lama sangat tidak dianjurkan untuk mencegah penularan penyakit, maupun penyebaran penyakit antar pelayat.

Kedua, jenazah yang disemayamkan di ruang duka harus telah dilakukan tindakan desinfeksi, dan dimasukkan ke dalam peti jenazah, serta tidak dibuka kembali.

Ketiga, untuk menghindari kerumunan yang berpotensi sulitnya melakukan physical distancing, disarankan sekali lagi, agar keluarga yang hendak melayat tidak lebih dari 30 orang. Pertimbangan ini untuk mencegah terjadinya penyebaran antar pelayat.

Keempat, jenazah hendaknya disegerakan untuk dikubur atau dikremasi, sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya dalam waktu tidak lebih dari 24 jam.

Kelima, setelah diberangkatkan dari rumah sakit, jenazah hendaknya langsung menuju lokasi penguburan atau krematorium untuk dimakamkan atau dikremasi. Sangat tidak dianjurkan untuk disemayamkan lagi di rumah atau tempat ibadah lainnya.

Keenam, sedangkan pengantaran jenazah dari rumah sakit ke pemakaman harus memperhatikan dua hal, yakni transportasi jenazah dari rumah sakit ke tempat pemakaman dapat melalui darat menggunakan mobil jenazah.

“Kemudian, jenazah yang akan ditransportasikan sudah menjalani prosedur desinfeksi dan dimasukkan ke dalam kantong jenazah atau dibungkus dengan plastik yang diikat rapat, serta ditutup semua lubang-lubang tubuhnya,” kata dr. Reisa.

Pesan ketujuh, dr. Reisa menambahkan beberapa ketentuan dalam pemakaman yakni, pertama pemakaman jenazah harus dilakukan segera mungkin dengan melibatkan pihak rumah sakit dan dinas pertamanan dan pemakaman.

Ia mengatakan, pelayat yang menghadiri pemakaman tetap menjaga jarak sehingga jarak aman minimal dua meter terpenuhi.

“Penguburan dapat dilakukan di pemakaman umum dan penguburan beberapa jenazah dalam satu liang kubur diperbolehkan pada kondisi darurat,” ujarnya.

Kemudian selanjutnya, pemakaman dapat dihadiri oleh keluarga dekat dengan tetap memperhatikan physical distancing dengan jarak minimal dua meter, maupun kewaspadaan standar setiap individu pelayat atau keluarga yang menunjukkan gejala COVID-19, tidak diperkenankan untuk hadir.

Pada kesempatan itu, dr. Reisa menyampaikan, masyarakat perlu memahami pedoman penanganan terhadap kriteria jenazah pasien, seperti mereka yang dalam kategori suspek, probable maupun konfirmasi COVID-19 atau jenazah dari luar rumah sakit dengan riwayat yang memenuhi kriteria probable atau konfirmasi .

“Hal ini termasuk pasien DOA atau Dead On Arrival, rujukan dari rumah sakit lain,” jelasnya.

Jangan melakukan aksi penolakan terhadap pemakaman jenazah penderita COVID-19. Apalagi, sampai membuat kerumunan orang di jalan.

“Bukan jenazah yang nantinya akan menjadi sumber penularan, namun kerumunan inilah yang justru berpotensi menjadi tempat penyebaran virus COVID-19,” kata Reisa.

Ia berpesan, serahkan penanganan jenazah COVID-19 kepada petugas. “Percayalah, mereka sudah terlatih dan sudah dilengkapi dengan alat pelindung diri, yang direkomendasikan oleh Kemenkes, untuk menghindari kerumunan, disarankan, agar keluarga yang hendak melayat, tidak lebih dari 30 orang,” ujarnya.

Pertimbangan ini adalah untuk mencegah penyebaran antara pelayat dan sekali lagi, bukan jenazah yang telah dipersiapkan oleh petugas kesehatan yang dapat mengeluarkan, tapi kerumunan yang dapat menjadi risiko sumber penularan baru,” tegasnya.(op-10)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No More Posts Available.

No more pages to load.