Jakarta- Dinamika pro dan kontra tentang haluan Pancasila sudah harus diselesaikan. Karena yang dibutuhkan saat ini adalah pelaksanaan dari Pancasila itu sendiri di dalam sistim hukum dan bernegara agar dapat memastikan rakyat, bangsa dan negara berjalan sesuai dengan Pancasila. Untuk itu pelaksanaan Pancasila perlu diperkuat dengan sebuah Undang-Undang.
Hal ini disimpulkan dalam webinar Focus Group Discussion yang bertemakan “Memastikan RUU Pelaksanaan Ideologi Pancasila” yang diselenggarakan Bergelora.com dan Rich & Famous Institute di Jakarta, Rabu (8/7).
“Saat ini yang terpenting adalah sebuah undang-undang yang memastikan pelaksanaan Pancasila itu sendiri dalam sistem ekonomi, politik hukum, sosial dan budaya Indonesia. Lembaga pembinaan implementasi ideologi perlu dipastikan, kewenangan dan arahnya. Dengan memastikan lembaga ini maka akan memberi makna nyata Pancasila secara praksis bagi rakyat, bangsa dan negara,” demikian sosiolog Dr. Arie Sujito dari Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta dalam acara tersebut.
Menurutnya Pancasila tidak cukup menjadi haluan dan pembina namun harus bisa diterapkan agar semua sistim kehidupan berbangsa dan bernegara selaras dengan Pancasila.
“Jangan sampai negara Pancasila, tetapi terus membiarkan sistim politik yang dikuasai oleh pemilik modal apalagi asing secara berlebihan. Jangan sampai ekonomi Pancasila, tapi selalu mengorbankan ekonomi rakyat. Jangan sampai justru kebudayaan leluhur nusantara dihancurkan kebudayaan asing dengan penyempitan agama dan etnis. Jangan sampai sistim hukum kita dikuasai oleh kepentingan uang dan mengorbankan mayoritas rakyat. Inilah momentum agar Pancasila memilik Undang-undang pelaksanaan yang aplikatif dan orientasinya berwatak Pancasilais,” tegasnya.
Tentu menurutnya dibutuhkan sebuah lembaga yang kuat yang memastikan semua kehidupan berbangsa dan bernegara selaras dengan Pancasila. Lembaga inilah yang memastikan kelangsungan negara Pancasila tetap dalam setiap pemerintahan dimasa depan.
“Lembaga ini bukan lembaga politik, tetapi lembaga ideologi yang secara substansial mampu menselaraskan semua undang-undang, peraturan dan kebijakan yang ada di Indonesia sejalan dengan Pancasila. Sehingga otomatis jiwa dan kesaktian dari Pancasila menjadi nyata dirasakan manfaatnya oleh seluruh rakyat Indonesia,” katanya.
Yang perlu dicatat, menurut Arie Sujito, jangan seperti Orde Baru yang memperalat Pancasila untuk kepentingan rezim penguasa. Posisikan Pancasila untuk Rakyat dan bangsa Indonesia.
“Sudah saatnya semua undang-undang, peraturan dan kebijakan selaras dengan Pancasila. Tantangannya adalah memeriksa semua persoalan yang langsung menimpa rakyat. Pasti semua persoalan yang ada berasal dari semua yang bertentangan dengan Pancasila. Karena selama ini Pancasila belum pernah secara nyata memiliki kekuatan hukum untuk dilaksanakan,” ujarnya.
Selain Dr. Arie Sujito, Webinar Focus Group Discussion menghadirkan narasumber dari berbagai kalangan dari beberapa kota seperti Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, FX Arief Poyuono, Maruly Hendra Utama, S.Sos, M.Si., Dosen Fisipol Universitas Lampung (UNILA) di Lampung, Salamuddin Daeng dari Peneliti dari Universitas Bung Karno (UBK) di Jakarta, Mazmur Simamora dari Front Aksi Mahasiswa Semanggi (FAMSI) di Jakarta.
Puluhan peserta yang terlibat diantaranya Isroil Samiharjo, Mantan Direktur Nubika, Badan Intelejen Negara (BIN) di Jakarta, Calvin G. Eben Haezer dari Universitas Atma Jaya dan Fendry Panomban, Aktivis 98, Sekjen Komite Perjuangan Rakyat untuk Perubahan (KPRP) di Luwuk Sulawesi Tengah. Acara dipandu moderator Roy Pangharapan dari Dewan Kesehatan Rakyat (DKR).
Dalam kesempatan itu, Isroil Samiharjo menegaskan agar yang dibentuk adalah Undang-Undang Pelaksanaan Pancasila.
“Undang-undang ini yang akan memastikan semua aspek kehidupan, kebijakan, peraturan sampai Undang-Undang yang ada selaras dan senafas dengan Pancasila. Agar ke depan ada kepastian dalam negara Pancasila. Bukan sekedar sumber hukum tapi rujukan hukum,” katanya.
Salamuddin Daeng, peneliti Universitas Bung Karno (UBK) dalam kesempatan itu menegaskan yang terpenting adalah rakyat harus segera bisa merasakan manfaat dari undang-undang yang memastikan pelakanaannya.
“Undang-undang semacam ini yang sudah lama ditunggu oleh masyarakat. Kita semua sadar harus fokus kesitu,” jelasnya.
Sementara itu, Mazmur Simamora mengatakan dinamika pro-kontra terhadap RUU HIP telah memberikan kemajuan yang sangat strategis dalam membangun demokrasi dan sistim perundang-undangan di Indonesia.
“Akhirnya semua kita sadar, bahwa kita semua membutuhkan Pancasila bukan hanya sekedar sebagai haluan tetapi sebagai rujukan sistim hukum dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Kita membutuhkan pelaksanaan Pancasila, bukan sekedar slogan atau jargon kosong seperti selama ini,” ujarnya.
Fendry Panomban, meyakini bahwa dengan adanya Undang-Undang Pembinaan Ideologi Pancasila, maka semakin jelas arah dan tujuan bangsa dan negara ini melangkah.
“Semakin pasti juga perlindungan terhadap kepentingan masyarakat umum ditengah-tengah pembangunan dimasa depan. Karena semua merujuk pada Pancasila sebagai rujukan hukum tertinggi,” tegasnya. (op-9)