Jakarta-Putusan Mahkamah Agung No. 44/P/Hum/2019 terkait Pengujian Pasal 3 ayat (7) Peraturan KPU No. 5 Tahun 2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum 2019 tidak relevan dikaitan dengan “keabsahan” Presiden dan Wakil Presiden Terpilih periode 2019 – 2024.
“Saya berpandangan bahwa Putusan MA tersebut tidak relevan untuk dikait-kaitkan dengan keabsahan Keputusan KPU RI yang telah menetapkan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Terpilih periode 2019 – 2024,” kata Peneliti Pusat Studi Hukum & Teori Konstitusi UKSW Salatiga, Dr. Umbu Rauta, Selasa (7/7/2020).
Menurutnya, putusan MA itu tidak relevan dengan penetapan pasangan capres-cawapres, karena penetapan pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden oleh KPU telah sesuai dengan Pasal 416 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu maupun Pasal 6A ayat (3) UUD NRI 1945. Dia menambahkan, manakala ada yang berpandangan bahwa Putusan MA dianggap “mempengaruhi” Keputusan KPU aquo, maka tetap memperhatikan pandangan pada huruf a (karena kedudukan Peraturan KPU lebih merupakan aturan jabaran dari UU Pemilu).
Umbu menjelaskan, putusan MA bersifat prospektif (tidak retroaktif) atau berlaku mengikat sejak diputuskan. Hal ini karena menganut azas atau prinsip “praesumtio iustae causa” dalam hukum acara pengujian peraturan perundang-undangan. “Artinya, Peraturan KPU N. 5 Tahun 2019, wajib dianggap sah sebelum dinyatakan sebaliknya melalui tindakan perubahan atau pencabutan atau pengujian,” kata Umbu Rauta.
Dalam beberapa hari ini muncul putusan MA yang telah diputuskan pada 28 Oktober 2019 atas permohonan yang diajukan pada Mei 2019. Permohonan uji materiil dilakukan terhadap ketentuan Pasal 3 ayat (7) Peraturan Komisi Pemilihan Umum
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum. Permohonan diajukan Rachmawati Soekarnoputeri, Asril Hamzah Tanjung, Dahlia, Ristiyanto, Muhammad Syamsul, Putut Riyadi Wibowo, Eko Santjojo dan Hasbil Mustaqim Lubis.
Dalam putusannya, majelis hakim mengabulkan permohonan pengujian hak uji materiil dari Para Pemohon untuk sebagian, antara lain, menyatakan ketentuan Pasal 3 ayat (7) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum, bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Putusan Majelis Hakim menyatakan ketentuan Pasal 3 ayat (7) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Majelis memutuskan menyatakan permohonan Para Pemohon untuk selebihnya tidak diterima;
Majelis memerintahkan kepada Panitera Mahkamah Agung untuk mengirimkan salinan putusan ini kepada Percetakan Negara untuk dicantumkan dalam Berita Negara.
Majelis hakim juga menghukum Termohon membayar biaya perkara sejumlah Rp 1.000.000,00.
Pemberitaan putusan ini menjadi ramai karena baru dipublikasikan beberapa hari lalu, meski putusan sudah dilakukan pada 28 Oktober 2019. (op-12)