Sekjen PPP Tidak Menolak RUU PIP

by -
Sekjen PPP Asrul Sani. (foto: tangkapan layar)

Jakarta– Sekretaris Jenderal (Sekjen) PPP Asrul Sani mengatakan, pihaknya tidak mempersoalkan draf RUU Pembinaan Ideologi Pancassila (PIP) dan membuka ruang partisipasi dari berbagai elemen masyarakat ke depan.

Sekjen PPP Asrul Sani dalam sebuah wawancara di Kompas TV, Selasa (30/6/2020), sebagai tanggapan atas pernyataan Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah yang dalam kesempatan sama mengusulkan perubahan RUU Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) menjadi RUU PIP guna mengembalikan substansi rancangan UU tersebut yang berfokus pada poin pembinaan.

“Kami dari PPP sepakat tidak masalah. Karena itu boleh dibilang merupakan Undang-undang teknis pelembagaan. Memberikan legal standing kepada lembaga yang punya peran-peran penting,” jelas Asrul Sani.

Pernyataan mendukung ide penguatan kelembagaan kepada Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) diperlukan agar dapat melaksanakan Tugas Pokok Fungsi (TUPOKSI) nya dalam melakukan pembinaan ideologi dengan lebih baik. Menurutnya, semua lembaga negara non-kementrian yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden telah memiliki payung hukum berupa Undang-Undang.

Untuk itu, guna menghindari terjadinya kembali kontroversi, Wakil Ketua MPR bidang Persidangan itu menekankan betul tentang perlunya dibuka ruang dialog dan konsultasi publik yang seluas-luasnya. Agar maksud penguatan kelembagaan serta kemungkinan alternatif perbaikan-perbaikan yang akan muncul dalam pembahasan RUU ini nanti, tidak lagi di dasari lagi oleh sikap-sikap suudzon dari berbagai pihak.

Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah sebelumnya mengatakan penyesalannya terhadap dinamika politik dan hukum pasca munculnya RUU HIP. Karena menurutnya, diskursus publik yang diwarnai berbagai demonstrasi itu telah melenceng dari substansi pembahasan dari ‘khitoh’ awalnya yaitu persoalan undang-undang teknis yang akan mengatur mengenai pelembagaan pembinaan ideologi Pancasila, bukan persoalan ideologis politik tentang tafsir Pancasila sebagaimana yang tengah menjadi kontroversi saat ini.

Menurut Basarah, persoalan penguatan kelembagaan tersebut semestinya dijadikan sebagai konsern kebutuhan yang utama. Mengingat sejak sejak BP-7 dibubarkan pada 1999 dan Pancasila tidak lagi dijadikan mata pelajaran wajib dalam sistem pendidikan nasional melalui revisi undang-undang Sisdiknas 2003, negara seperti abai untuk melakukan tugasnya dalam melakukan pembinaan ideologi Pancasila.  Dengan kondisi pengabaian dari negara tersebut, tidak heran jika kemudian berbagai paham transnasionalisme seperti terorisme, hingga hedonisme dapat begitu masif masuk ke Indonesia untuk merusak mental ideologi bangsa selama 20 tahun kebelakang.

Meski Pemerintah Jokowi telah berupaya menanggulanginya dengan mendirikan UKP-PIP pada 2017 yang kemudian menjadi BPIP pada 2018. Akan tetapi, menurut Basarah, hal tersebut belum cukup untuk mengatasi persoalan kelembagaan masih akan hadir.

Mengingat, sama seperti halnya BP-7 pada era orde baru, dasar hukum bagi tugas pembinaan ideologi Pancasila yang saat ini dilakukan BPIP juga merupakan Perpres. “Sebuah payung hukum yang sejatinya bersifat temporer dan didasari oleh  selera politik seorang Presiden. Hal yang tentu saja dapat mengulangi pengalaman traumatik bangsa mengenai pembinaan pancasila era orde baru yang diwarnai dengan indoktrinasi, top-down dan sebagainya,”  katanya.

Oleh sebab itu, kata Basarah, payung hukum yang tepat untuk menguatkan peran BPIP adalah undang-undang. Karena dengan UU, pembinaan ideologi Pancasila yang akan dilakukan Pemerintah akan lebih dapat menjaring partisipasi masyarakat secara lebih luas serta  mendapatkan kontrol pengawasan dari DPR. Inilah yang menjadi dasar pemikiran untuk memberikan payung hukum berupa undang-undang yang dapat meningkatkan legal standing BPIP.

Basarah mengharapkan, di tengah masa penundaan pembahasan seperti saat ini, Pemerintah semestinya bisa mendengarkan pendapat dan masukan tentang draf RUU PIP dari berbagai stakeholder bangsa, seperti halnya MUI, Nahdatul Ulama, Muhammadiyah, Purnawirawan TNI, dan lain sebagainya.

Masukan sangat diperlukan guna keperluan penyusunan Daftar Isian Masalah (DIM) yang akan dilbahas bersama DPR nanti dan mengembalikan nomenklatur draf RUU kembali pada khitohnya yaitu Pembinaan Ideologi Pancasila.(op-9)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No More Posts Available.

No more pages to load.