Jakarta-Pemerintah sedang membahas Peta Jalan Pendidikan untuk 2020-2035, guna mengantisipasi perubahan-perubahan besar yang terjadi di dunia ini, mulai dari disrupsi teknologi yang berdampak pada semua sektor, baik penerapan otomatisasi, artificial intelligence, big data, internet of things (IoT), dan yang lain-lain.
“Yang kita juga harus mengantisipasi perubahan demografi, profil sosio-ekonomi dari populasi yang termasuk perubahan dalam pasar tenaga kerja yang lebih fleksibel, perubahan lingkungan, hingga perubahan struktural yang sangat cepat akibat pandemi COVID-19 yang kita alami sekarang ini, misalnya pembelajaran jarak jauh, percepatan digitalisasi,maupun less contact economy. Banyak negara di dunia sudah mulai mengadaptasi sistem pendidikan mereka, baik itu pendidikan pra-sekolah, pendidikan dasar, menengah, vokasi, dan perguruan tinggi untuk memenuhi kebutuhan perubahan besar yang ada,” kata Presiden Joko Widodo dalam Rapat Terbatas (melalui Video Conference) mengenai Peta Jalan Pendidikan Tahun 2020-2035, di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (4/6/2020).
Dalam arahannya di Rapat Terbatas (Ratas), Presiden Joko Widodo menyampaikan beberapa penekanan. Pertama, karena cara bekerja pada masa depan akan jauh lebih berbeda dengan yang dialami hari ini, maka pembentukan SDM yang unggul di masa depan tidak bisa lagi berdasarkan perkembangan ilmu yang dibentuk berdasarkan tren masa lalu, tapi tren masa depan.
Untuk itu, Presiden meminta dilakukan benchmarking pada negara-negara yang telah berhasil mengadaptasi sistem pendidikan untuk memenuhi kebutuhan perubahan di masa depan, seperti di Australia untuk pendidikan anak sekolah dini, Finlandia untuk pendidikan dasar dan menengah, di Jerman untuk pendidikan vokasi, di Korea untuk perguruan tinggi.
Kedua, SDM unggul yang ingin dibangun adalah SDM yang berkarakter, yang berakhlak mulia dengan menumbuhkan nilai-nilai budaya Indonesia dan Pancasila. Pendidikan karakter tidak boleh dilupakan karena ini merupakan hal yang sangat penting dalam pembangunan mental dan karakter bangsa.
Ketiga, ada target-target yang terukur, berapa target angka partisipasi untuk pendidikan dasar dan menengah (serta) pendidikan tinggi. “Saya kira ini kita buat targetnya yang tinggi saja biar kita optimis, biar kita semangat. Kemudian seperti apa target untuk hasil belajar berkualitas, baik itu untuk perbaikan kualitas guru, perbaikan kurikulum, maupun infrastruktur sekolah. Dan bagaimana untuk mewujudkan distribusi pendidikan yang inklusif dan juga merata,” tutur Presiden.
Keempat, Presiden mengingatkan bahwa kemampuan untuk melakukan reform tidak hanya ditentukan satu kementerian, Kemendikbud, tapi juga memerlukan dukungan komunitas pendidikan. Dukungan dari kementerian/lembaga, dukungan masyarakat, pemerintah daerah, juga kemitraan dengan swasta. Karena reformasi pendidikan bukan hanya mencakup penyesuaian kurikulum, pedagogi, dan metode penilaian tetapi juga menyangkut perbaikan infrastruktur, penyediaan akses teknologi, dan juga yang berkaitan dengan dukungan pendanaan.(op-5)