Oleh: John Thomas Edward Matulessy
Pandemi covid-19 benar-benar telah menguji kejernihan berpikir dan skala prioritas yang telah disusun oleh pemerintah selama ini. Tersingkap dengan jelas dan gamblang dimanakah posisi dan keberpihakan pemerintah dalam berbagai persoalan yang dihadapi. Persoalan fundamentalnya tetap sama dan tidak akan pernah berubah, yaitu berapa besar dana yang dibutuhkan? Dari mana sumber pendanaannya? Dan berapa besar dana yang bisa diserap kembali oleh pemerintah?
Keberpihakan pemerintah sangatlah jelas, yaitu bagaimana caranya agar kondisi keuangan negara bisa diselamatkan tanpa mengurangi citra positif pemerintah di mata masyarakat. Kehadiran pemerintah sebagai “yang selalu dibutuhkan oleh masyarakat” akan selalu dibenturkan dengan fakta “kelangkaan sumber daya keuangan”. Disisi lain, rakyat harus mulai belajar memahami bahwa menggantungkan harapan sepenuhnya kepada pemerintah adalah pola pikir yang tidak memahami sama sekali keterkaitan antara negara, pemerintah, rakyat dan ekonomi.
Sumber keuangan pemerintah di tiap negara, baik itu negara terbelakang, negara berkembang atau negara maju sekalipun, adalah sama, yaitu 1. Berasal dari pajak, tariff dan berbagai pungutan administratif lainnya yang dikenakan oleh pemerintah kepada setiap orang di dalam wilayah yurisdiksinya; 2. Berasal dari hutang pemerintah kepada pihak-pihak lain; 3. Berasal dari uang yang dicetak/diterbitkan oleh bank sentral negara; dan 4. Berasal dari berbagai “bisnis bayangan” yang dilakukan oleh pemerintah bekerja sama dengan oknum-oknum pebisnis tertentu. Bila demikian halnya, bagaimanakah dampaknya terhadap masyarakat baik langsung maupun tidak langsung?
Untuk sumber keuangan negara yang berasal dari pajak, tarif dan berbagai pungutan administratif lainnya, ini adalah beban yang harus dipikul oleh seluruh masyarakat yang mendiami wilayah negara tersebut dan sifatnya berkala. Artinya, ini adalah beban yang diwajibkan yang apabila tidak dilunasi oleh setiap individu maka ada sanksi dan tindakan hukum yang akan dikenakan terhadap individu yang tidak melaksanakan kewajiban keuangan tersebut.
Akan halnya sumber keuangan pemerintah yang berasal dari hutang, siapa yang harus membayarnya? Tentu saja pemerintah. Akan tetapi, dari mana pemerintah memperoleh uang untuk melunasi hutang pemerintah tersebut? Jawabannya adalah, silahkan melihat kembali ulasan nomor 1, yaitu berasal dari pajak, tarif, dan berbagai pungutan lainnya. Kalaupun kemudian pemerintah mendorong perekonomian negara melalui peningkatan ekspor dan industri pariwisata, akan ada pungutan-pungutan dan beban keuangan administratif yang dikenakan oleh pemerintah kepada para pelaku bisnis yang sifatnya tetap, berkelanjutan dan berkala.
Sumber keuangan negara yang ke-3 adalah melalui penerbitan mata uang oleh bank sentral, baik melalui pembelian SBN (Surat Berharga Negara) maupun melalui ekspansi kredit. Kelihatannya sangat mudah dan seringkali menjadi solusi pilihan pemerintah. Akan tetapi apabila dilakukan tanpa perhitungan yang matang akan menimbulkan lonjakan harga barang-barang. Lonjakan harga barang-barang ini, apabila tidak bisa dikontrol maka akan dapat menyebabkan terjadinya krisis ekonomi yang berlanjut kepada kerusuhan sosial dan dapat menyebabkan kejatuhan suatu rezim pemerintahan.
Lonjakan harga barang-barang ini seringkali disalahpahami oleh masyarakat sebagai inflasi. Padahal definisi inflasi adalah peningkatan supply mata uang yang mengakibatkan fenomena seolah-olah terjadi kenaikan harga barang-barang. Padahal kenaikan harga barang-barang adalah merupakan efek dari inflasi yaitu peningkatan supply mata uang yang direncanakan dan ditargetkan oleh pemerintah melalui bank sentral.
Jadi, sumber keuangan pemerintah nomor 3, yaitu penerbitan mata uang melalui bank sentral berdampak langsung kepada masyarakat yaitu secara bertahap mengurangi dan melemahkan nilai tukar mata uang nasional dan dengan sendirinya melemahkan daya beli masyarakat. Inilah salah satu faktor penyebab terjadinya pemiskinan masyarakat secara struktural.
Sumber keuangan negara yang terakhir adalah melalui mekanisme bisnis bayangan (shadow business) dimana pemerintah melalui oknum-oknum di tubuh pemerintahan maupun aparatus keamanan negara melakukan kegiatan-kegiatan transaksi yang memberikan keuntungan secara finansial bagi pemerintah dengan pelaku-pelaku pebisnis tertentu. Inilah sumber keuangan negara yang paling dilindungi dan ditutupi dan senantiasa diupayakan untuk terjaga kerahasiaannya. Inilah salah satu alasan mengapa korupsi tidak mungkin bisa diberantas. Mengapa? Karena korupsi adalah salah satu sumber yang hakiki dari keuangan negara.
Tanpa bisnis bayangan maka kelangsungan hidup suatu negara bisa terancam, terutama di masa perang dan disaat mengalami krisis. Lalu siapakah yang harus menanggung dampak negatif dari bisnis bayangan ini? Tentu saja rakyat. Rakyat lah yang harus menanggung berbagai dampaknya, bahkan tidak jarang terjadi rakyat menjadi korban langsung dari berbagai praktek bisnis bayangan yang dilakukan oleh negara.
Jadi jelaslah, bahwa dari 4 (empat) sumber keuangan negara, rakyatlah yang harus menjadi tulang punggungnya dan yang menanggung seluruh dampak, konsekuensi maupun resiko yang timbul dari penerapan setiap sumber keuangan tersebut. Lalu, apakah kaitannya dengan polemik seputar kartu prakerja dan kenaikan iuran BPJS? Kaitannya sangat jelas dan gamblang. Kebutuhan keuangan pemerintah untuk mengatasi persoalan pengangguran dan layanan kesehatan masyarakat terus-menerus mengalami peningkatan.
Solusinya? Yaitu dengan mengalihkan beban keuangan tersebut kepada masyarakat, karena memang sejatinya sumber keuangan negara itu adalah rakyat, bukan pemerintah. Untuk program prakerja, pemerintah memberikan bantuan keuangan kepada masyarakat yang membutuhkan yang kemudian bantuan keuangan pemerintah tersebut diserap kembali oleh pemerintah melalui program pelatihan menggunakan platform pelatihan kerja online yang telah ditunjuk oleh pemerintah.
Sementara itu, untuk menutupi kebutuhan dana BPJS yang semakin tak tertanggulangi, pemerintah dengan mengabaikan keputusan MA sebelumnya, secara otoritatif memutuskan untuk mengeluarkan peraturan menaikkan jumlah iuran yang harus dibayarkan oleh para peserta dana BPJS. Sekali lagi, solusi keuangan kembali dibebankan kepada masyarakat. Sekalipun pemerintah ada memberikan subsidi kepada peserta BPJS kelas III, namun itupun sifatnya sementara saja.
Bagaimanakah tanggapan dari masyarakat mengenai hal ini? Yang patut untuk digarisbawahi terkait program prakerja adalah fakta bahwa ada segelintir masyarakat yang kemudian dengan inisiatif sendiri membuat website yang memuat berbagai program pelatihan kerja yang tak berbayar alias gratis. Inilah solusi yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Inilah ciri-ciri masyarakat yang mulai dewasa dan mulai memahami bahwa pemerintah bukanlah sumber solusi bagi berbagai persoalan yang dihadapi oleh masyarakat.
Rakyat harus mengambil inisiatif dan secara mandiri mencoba menemukan solusi yang efektif dan sedapat mungkin tidak membebani rakyat itu sendiri dalam menjawab setiap tantangan persoalan yang ada. Inilah ciri masyarakat dengan jiwa dan mentalitas merdeka (free society) bukan masyarakat bermental minta dikasihani dan diurusi oleh orang lain, sekalipun orang lain itu adalah pemerintahnya sendiri.
John Perkins dalam bukunya “Psychonavigation: Techniques for Travel Beyond Time” membagikan percakapannya dengan Don Jose dari El Milagro, seorang penduduk asli Panama dari suku Inca. John Perkins dalam suatu kesempatan menyatakan keinginannya kepada Don Jose untuk mendirikan sebuah koperasi simpan pinjam untuk membantu masyarakat lokal di Panama. Akan tetapi Don Jose tertawa terbahak-bahak hingga mengeluarkan air mata.
Don Jose kemudian berkata kepada John Perkins, “Tahukah anda, belum lama berselang, bangsaku hidup tanpa mengenal apa itu uang. Kami bangsa Inca membangun jalan-jalan yang luas dan indah serta kota-kota berbenteng. Kami membuat teras-teras di pegunungan yang curam dan mengubahnya menjadi lahan pertanian yang subur. Kami adalah bangsa yang ahli di bidang matematika, pejuang yang gagah berani dan ahli organisasi, dan kami tidak punya uang. Sistem yang kami bangsa Inca bangun tidaklah membutuhkan uang. Semua bahan pangan kami simpan di dalam lumbung-lumbung yang besar Kami berikan bahan pangan itu kepada rakyat. Tidak ada seorangpun yang kelaparan atau tanpa atap rumah. Pakaian dan obat-obatan juga kami berikan. Tak seorangpun membeli sesuatu. Agen-agen pemerintah merawat mereka yang sakit dan lanjut usia. Akan tetapi tak seorang pun, bahkan raja kami, yang memiliki uang.”
Biarkan rakyat bebas mengambil inisiatifnya sendiri. Ijinkan rakyat mengurus dirinya sendiri, bukan dengan uang tapi dengan hati nurani mereka. Karena hati nurani itulah sebaik-baiknya bekal untuk kehidupan di dunia ini maupun di akhirat nanti.
Penulis, John Thomas Edward Matulessy, BA, SIP, MA – lulus dari Monterey Institute of International Study telah berganti nama menjadi Middlebury Institute of International Study, Monterey, California pada tahun 2007. Saat ini mengajar mata kuliah Ekonomi-Politik dan Ekonomi-Politik Humanitarian di Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.