Jakarta – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan mengungkapkan bahwa stigma dan juga stereotipe negatif yang diberikan oleh individu atau kelompok masyarakat terhadap tenaga kesehatan atau pasien COVID-19 berkontribusi terhadap tingginya angka kematian akibat virus corona.
“Stigma harus dilihat secara satu kesatuan karena stigma tidak semata-mata sebuah sikap atau perilaku pada suatu suasana yang menjadi tidak baik tapi stigma juga akan menimbulkan marginilasiasi, dan memperburuk status kesehatan dan tingkat kesembuhan. Inilah yang perlu dipahami bahwa stigma berkontribusi terhadap tingginya angka kematian,” kata Direktur Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Kementerian Kesehatan Fidiansjah dalam keterangannya dalam di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Jakarta, Jumat (1/5).
Oleh karena itu Fidiansjah mengajak seluruh elemen masyarakat untuk melawan stigma dengan tidak mendiskriminasi dan mengucilkan tenaga kesehatan dan orang-orang yang terpapar COVID-19 ketika harus melakukan isolasi mandiri di rumah. Sebab, stigmasisasi tersebut sangat berdampak terhadap imunitas seseorang yang terpapar COVID-19 dan akan berpengaruh dalam proses proses penyembuhan pasien COVID-19.
Dalam hal ini, upaya melawan COVID-19 harus secara komprehensif tidak hanya pada penanganan secara fisik, tapi juga dalam konteks kesehatan jiwa dan psikososial masyarakat. Jangan sampai berbagai informasi yang disampaikan oleh Juru Bicara Pemerintah terkait Penanganan COVID-19 setiap harinya malah menimbulkan kepanikan di tengah masyarakat akibat ketidakpahaman.
Menurut Fidiansjah, stigma di masyarakat dapat ditekan dengan cara menyampaikan komunikasi risiko dengan tepat. Media berperan penting dalam komunikasi risiko kepada masyarakat dengan tidak hanya fokus pada pertumbuhan kasus dan kurangnya keterbukaan informasi perihal penanganan COVID-19.
Dia menilai, pemberitaan media terkait informasi yang utuh soal penularan virus yang tidak sampai ke masyarakat sangat memengaruhi stigma terhadap orang terkait COVID-19 baik itu kategori Orang Tanpa Gejala (OTG), Orang Dalam Pemantauan (ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP), dan pasien positif dan keluarga pasien serta tenaga kesehatan.
Fidiansjah mencontohkan kasus perawat yang distigma dan mendapatkan perlakuan tidak patut di lingkungannya kemudian terpapar COVID-19 dan meninggal dunia, bahkan dalam proses pemakamannya pun masih mendapat penolakan.
“Tentu sikap ini harus kita lawan, dan ini akan menimbulkan dampak kesehatan jiwa pada komunitas masyarakat itu sendiri,” kata Fidiansjah.
Kementerian Kesehatan mengajak masyarakat untuk memberikan apresiasi pada tenaga kesehatan atau pada orang-orang yang turut memberikan dukungan dalam penanganan COVID-19. Apresiasi yang dimaksud bukanlah hal yang muluk-muluk, tapi memberikan perhatian dan penghargaan itu sudah cukup.
“Mari beri apresiasi ketika ada segelintir masyarakat yang memberikan dukungan terhadap persoalan COVID-19, segera kita berikan perhatian dukungan dengan ucapan, terima kasih anda telah berikan pertolongan, dan sebagainya,” kata Fidiansjah.(op-9)